#CfDSResponse – Metaverse dan PR Transformasi Digital Indonesia

February 4, 2022 11:32 pm || By

Penulis: Zakiah Fadhila (Research Assistant CfDS)

Peneliti Center for Digital Society (CfDS) Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Dewa Ayu Diah Angendari mengatakan bahwa Metaverse merupakan salah satu buzzwords terbesar di dunia teknologi tahun ini.

Semakin seringnya Metaverse disinggung oleh beberapa tokoh penting yang rupanya cukup membuat Metaverse menjadi salah satu topik yang hangat diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia belakangan ini. Mulai dari pidato pembukaan Presiden Jokowi yang  menyebutkan bahwa dengan Metaverse, mengaji dan berdakwah akan dapat dilakukan di dunia virtual, Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate yang menyinggung potensi berkembangnya Metaverse karena keunggulan nilai-nilai luhur bangsa dan kearifan lokal, hingga Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang sedang dengan serius membangun ibu kota negara virtual Indonesia melalui metaverse untuk mengakomodasi kebutuhan di tengah perkembangan zaman.

Sebenarnya, apa itu Metaverse dan seperti apa bentuknya yang dapat kita jumpai sekarang?

Mudahnya, Metaverse adalah dunia virtual dapat dimasuki, alih-alih hanya dilihat dari layar, dan mencakup beragam infrastruktur dan aspek digital yang memungkinkan orang-orang untuk melakukan aktivitas hariannya dalam bentuk avatar. Adapun beberapa games online yang menggunakan konsep cara kerja Metaverse adalah seperti Roblox, SecondLife, Minecraft yang mana dimainkan dengan cara membangun kota sendiri dan terdapat avatar di dalamnya, bentuk manusia secara digital.

Namun, menurut Diah, masih perlu waktu untuk mewujudkan Metaverse di Indonesia. Terlebih masih terdapat beberapa isu yang berpotensi muncul ketika Metaverse benar-benar digunakan. Pertama adalah privasi data yang masih menjadi permasalahan yang sering terjadi di Indonesia ditandai dengan seringnya terjadi kebocoran data pribadi masyarakat. Kedua adalah infrastruktur. Dibutuhkan infrastruktur yang lebih baik, utamanya di jaringan internet 5G sedangkan pengadopsian 5G di Indonesia masih terbatas. Isu ketiga adalah mahalnya harga VR dan AR, alat yang dibutuhkan untuk membuat fundamental dari Metaverse. Visi pembangunan Metaverse dan hadirnya beberapa isu potensial ini menurut Diah dapat dijadikan alarm bagi Indonesia. “Visi membangun dunia digital paralel seperti metaverse dapat menjadi alarm bagi Indonesia atas berbagai pekerjaan rumah terkait transformasi digital, seperti aspek literasi digital, perlindungan data, peningkatan kapasitas dan pengetahuan di bidang teknologi digital, hingga digital divide.” paparnya.