[SIARAN PERS] Aksi Kolektif Untuk Melawan Cyberbullying | Digitalk #48

Mei 24, 2021 5:44 pm || By

Yogyakarta, 4 Mei 2021 PBB telah menobatkan peringatan hari anti perundungan (bullying) sedunia setiap tanggal 4 Mei. Namun, realita yang terjadi di Indonesia berbanding terbalik dengan perayaan tersebut. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), 49% pengguna internet pernah mengalami perundungan seperti diejek atau dilecehkan di media sosial. Hal ini menyorot praktik perundungan siber (cyberbullying) yang makin berkembang sejak pandemi dimulai. Pada acara Digitalk ke-48, Center for Digital Society (CfDS) mengundang Agita Pasaribu selaku founder dan Executive Director Bullyid dan Desintha Dwi Asriani selaku Dosen Sosiologi FISIPOL UGM untuk membahas isu perundungan siber dan hal-hal yang bisa masyarakat lakukan untuk menanggulanginya. Acara ini diselenggarakan pada hari Selasa (4/5) melalui Google Meet dan disiarkan langsung melalui YouTube.

Cyberbullying dan Penggunaan Media Sosial Secara Bijak

Agita mengawali sesi pertama dengan membuat perbandingan antara bullying dan cyberbullying. Aspek anonimitas, sifatnya yang dapat terjadi di manapun dan kapanpun, dan memiliki jejak digital adalah beberapa hal dari cyberbullying yang membuat praktiknya sangat berbahaya. Tidak hanya hinaan dan pertengkaran, cyberbullying juga muncul dalam bentuk-bentuk lain seperti revenge porn (penyebaran konten pribadi ke publik atas dasar balas dendam) maupun child grooming (upaya yang dilakukan sesorang untuk membangun hubungan, kepercayaan, dan hubungan emosional dengan seorang anak atau remaja sehingga mereka dapat memanipulasi, mengeksploitasi, dan melecehkan mereka).

Ambiguitas definisi perundungan dalam sisi hukum dan kurangnya penanganan psikologis pada korban memperkeruh situasi naiknya tren cyberbullying di Indonesia. Untuk menangani hal ini, Agita menekankan bahwa korban harus melakukan tindakan berupa:

  1. Mengambil tangkapan gambar (screenshot) sebagai bukti
  2. Tidak membalas orang yang melakukan tindakan perundungan, laporkan dan blok akun yang bersangkutan
  3. Bicara kepada orang-orang yang terpercaya
  4. Laporkan perbuatan perundungan yang dialami kepada pihak berwajib untuk meningkatkan komunitas internet yang aman untuk semua golongan.

Cyberbullying di Kalangan Anak Muda

Membuka sesi kedua, Desintha memaparkan bahwa cyberbullying adalah praktik yang cukup dekat dengan kehidupan anak muda zaman sekarang. Banyak dari mereka telah menjadi korban, namun jumlah pelaku tetap kian bertambah. Dalam perspektif psiko-sosial, cyberbullying bertahan karena adanya keyakinan bahwa perilaku itu diterima di lingkungan oleh orang-orang sekitar (subjective norms) dan juga persepsi seseorang akan kemampuannya dalam melakukan cyberbullying (perceived behavioral control).

Kesenjangan kekuasaan (power imbalance) antara pelaku dan korban menjadi salah satu faktor utama yang melandasi praktik cyberbullying, namun hierarki berbasis usia juga bisa menjadi faktor yang cukup penting. Perempuan maupun laki-laki tak luput menjadi korban cyberbullying, walaupun mereka mungkin mengalami kasus yang berbeda dalam ekspresi, dampak, dan cara mengatasinya. “Cyberbullying pada laki-laki identik dengan penekanan maskulinitasnya, sementara perempuan menekankan dominasi terhadap teman sebaya”, pungkas Desintha.

Penulis: Christophorus Ariobumi
Penyunting: Ruth T. Simanjuntak